BAB II

   LANDASAN TEORI

 

2.1 Definisi Work Sampling

Work Sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kinerja dari mesin, proses atau pekerja/operator (Sritomo Wignjosoebroto, 2003). Perbedaan metode Jam Henti dengan Sampling Pekerjaan adalah pada cara Sampling Pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati hanya pada sesaat-sesaat pada waktu-waktu tertentu yang ditentukan secara acak. Perbedaan yang lainnya dapat dilihat pada tabel 2.1 Perbedaan stopwatch dengan work sampling.

Tabel 2.1 Perbedaan Stopwatch dengan Work Sampling

Stopwatch

Work Sampling

Pekerjaan rutin dan monoton

Pekerjaan bervariasi dan tidak rutin

Umumnya mengamati 1 orang

Dapat mengamati beberapa orang

Perhitungan berdasarkan waktu

Berdasarkan proporsi

Siklus pekerjaan pendek & jelas

Siklus tidak jelas

Pengamatan kontinu

Pengamatan diskrit

2.2 Prosedur Pelaksanaan Work Sampling

Metode Sampling kerja sangat cocok untuk digunakan dalam melakukan pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki siklus waktu yang relatif panjang. Prosedur penggunaannya cukup sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktivitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator dan kemudian mencatatnya apakah mesin atau operator tersebut dalam keadaan bekerja atau menganggur (idle).

 

2.3 Kegunaan Sampling Pekerjaan

Sampling pekerjaan memiliki banyak kegunaan dalam dunia industri industri khususnya. Kegunaan-kegunaan dari Sampling Pekerjaan adalah sebagai berikut :

  1. Mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok kerja.
  2. Mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat pabrik.
  3. Menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak langsung.
  4. Memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.

 

2.4 Pemakaian Peta kontrol Dalam Sampling Kerja

Peta kontrol atau control chart yang secara umum telah banyak digunakan dalam Statistical Quality Control dapat pula dipergunakan dalam sampling kerja. Dengan menggunakan peta kontrol ini maka kita secara jelas akan dapat melihat dengan segera kondisi-kondisi kerja yang secara tidak wajar, misalnya kondisi disaat baru saja terjadi kecelakaan pada lokasi yang berdekatan, hal ini secara psikologis dapat mempengaruhi aktivitas, kerja dari operator yang sedang diamati. Data yang diperoleh dalam kondisi ini dianggap tidak wajar dan seharusnya tidak perlu dimasukkan dalam proses analisa nantinya. 

 

2.5 Menghitung Waktu Baku

Hal yang terakhir dilakukan adalah menghitung waktu baku. Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondsi wajar dan kemampuan rata-rata. Waktu baku adalah waktu penyelesaian yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan dalam sistem kerja terbaik pada saat itu. Waktu baku memiliki manfaat dalam dunia indutri khususnya. Manfaat dari waktu baku adalah sebagai berikut:

  1. Man Power Planning
  2. Estimasi biaya-biaya untuk upah kerja
  3. Penjadwalan produksi dan penganggaran
  4. Indikasi keluaran untuk mampu dihasilkan oleh pekerja
  5. Perencanaan sistem pemberian bonus dan intsestif bagi pekerja yang berprestasi

Dalam menentukan waktu baku diperlukan beberapa perhitungan. Perhitungan tersebut antara lain:

  1. Presentase produktif
  2. Jumlah menit produktif
  3. Waktu yang diperlukan
  4. Waktu normal
  5. Waktu baku

2.6  Aplikasi Sampling Kerja Untuk Penetapan Waktu Tunggu (Delay Allowance)

Apabila metode sampling kerja digunakan untuk menetapkan waktu longgar (allowance) maka satu hal penting yang harus ditetapkan terlebih dahulu adalah membakukan metode kerja kerja yang digunakan (standardized method). Hal ini perlu dilakukan seperti halnya pada aktivitas stop-watch time study. Studi dengan metode sampling kerja pada dasarnya adalah mengamati fakta yang sebenarnya ada diatas area kerja. Segagai bagian dari aktivitas pengukuran kerja, maka metode sampling kerja juga harus dikaitkan dengan proses penyaderhanaan kerja (work simplification) dengan mengetahiu waktu-waktu menganggur baik yang dialami oleh mesin, peralatan produksi, maupun pekerjaan maka tujuan utama dari aktivitas ini adalah berusaha menekan aktivitas-aktivitas yang diklasifikasikan sebagai “non-productive” sampai prosentase yang terkecil. Hal ini bisa dilaksanakan dengan cara memperbaiki metode kerja, alokasi pembebanan mesin atau manusia secara tepat, dan lain-lain.

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini:

SUPER SKILL :

1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.

2. Bekerja dengan sempurna

3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik

4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti.

5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan – gerakan mesin.

6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya.

7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencanakan  dan merencanakan tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis)

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerjaan bersangkutan adalah pekerjaan yang baik.

EXELLENT SKILL :

1. Percaya pada diri sendiri

2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.

3. Terlihat telah terlatih baik.

4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran–pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan.

5. Gerakan-gerakan kerja beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.

6. Menggunakan peralatan dengan baik.

7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.

8. Bekerjanya cepat tetapi halus.

9. Bekerja berirama dan terkoordinasi.

GOOD SKILL :

1. Kwalitas hasil baik.

2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada umumnya.

3. Dapat memberikann petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah.

4. Tampak jelas sebagai kerja yang cakap .

5. Tidak memerlukan  banyak pengawasan.

6. Tiada keragu-raguan

7. Bekerjanya “stabil”

8. Gerakannya-gerakannya terkoordinasi dengan baik.

9. Gerakan-gerakannya cepat. 

AVERAGE SKILL :

 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

2. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.

3.   Terlihatnya ada pekerjaan-pekerjaan yang perencana.

4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukan tidak adanya keragu-raguan.

6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran  dengan cukup baik.

7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.

8. Bekerjanya cukup teliti.

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.

FAIR SKILL :

1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2. Mengenal peralatan dan lingkuan secukupnya.

3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan.

4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.

6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak selalu tidak yakin.

7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.

8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah

9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakanya.

POOR SKILL :

1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.

2. Gerakan-gerakannya kaku.

3. Kelihatan ketidak yakinannya pada urutan-urutan gerakan.

4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.

5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.

6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.

7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan

8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

2.7 Kelonggaran

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selam pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.

1.    Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.

       Hal yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, tidak bisa misalnya, seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam – jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologi dan fisiologi yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan  hampeir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

2.    Kelonggaran untuk Menghilangkan rasa Fatique

       Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kuaalitas. Kerenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya  adalah kesulitan dalam menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi yang disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

            Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk meghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Apabila hal ini berlangsung terus dan pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatique ini.

3.    Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan.

       Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai “hambatan” ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan mengaggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hamabtan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenayan harus diperhitungkan dalam waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan ang tidak terhindarkan adalah:

  1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
  2. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
  3. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat

       potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

  1. Memasang peralatan potong.
  2. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
  3. Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan.
  4. Mesin mati karena aliran listrik.

            Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti itu sangat bervariasi dari suatu pekerjaan lain bahkan suatu stasiun kerja kestasiun kerja lain karena banyaknya penyebab seperti, mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplai alat dan bahan dan sebaginya. Salah satu cara yang baik yang biasanya digunakan untuk menentukan besarnya kelonggaran bagi hambatan yang tidak terhindarkan adalah dengan melakukan sampling pekerjaan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja .Institut

Teknologi Bandung: Bandung.

Wignjosoebroto, Sritomo.1992. Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja. PT.

Guna Widya : Surabaya.

http://apk.lab.uii.ac.id/download/modul/regular/Work_Sampling.pdf

 

Leave a comment